Patriot Bangsa
Hari Guru Nasional Indonesia 2018
Lama berlalu, kembali saya teringat masa dimana belajar membaca. Kisah masa kecil saat saya berusia 6 tahun, kelas 1 SD. Syukurlah bahwa di tahun 1988 ketika seorang anak duduk di kelas 1 Sekolah Dasar, ia barulah akan diajar membaca. Berbeda dengan zaman sekarang ketika memasuki Sekolah Dasar seorang siswa setidaknya mampu untuk mengeja huruf dan berhitung hingga 100.
Ya, disebuah kelas setelah beberapa minggu berlalu. Semua siswa sudah mengenal dan mampu mengeja huruf menjadi kata. Hal yang paling tidak disukai adalah tes membaca ke depan kelas, jika salah maka akan didisiplinkan dnegan cara berdiri di depan kelas. Halloooooo…. siswa SD kelas 1 didisiplinkan dengan cara demikian (mungkin hal inilah yang membuat saya kuat dan tegar menghadapi sulitnya menerima ilmu hahahaha)
Ayo kamu maju, dengan deg-deg-an saya maju. “Baca baris ke tiga !” kata guru saya.
“ Ini mama budi…” belum selesai membaca guru saya berkata lagi
“mana huruf m…mana…kok bisa jadi mama. Dieja.!”
Dengan taat sayapun mengeja “ I..n..I..ini.” “i..b..u...mama” “Stop!, mana huruf m. Itu I..b..u..ibu. Bukan mama. Ulangi”
Masih teringat guru tersebut berusaha untuk supaya saya mengeja dan menyambung menjadi kata yang benar yaitu “I..b..u…ibu” sayangnya lagi - lagi saya berkata “i..b..u...mama.”
Guru kelas 1 saya hanya terdiam dan saya melanjutkan “ I..n..I..ini. i..bu...mama. ini..mama...Budi.” Lalu sang guru meminta muridnya duduk.
Tidak disangka ke esokan harinya ibu saya ikut mengantar ke sekolah (Hanya info teman bahwa sedari kelas 1 saya hanya 3 hari saja diantar ke sekolah, selebihnya saya berangkat sendiri. LOh kok bisa, nggak takut diculik, nggak takut ketabrak. Mungkin hal itu ada dibenak kalian ya kan ? Don’t be worry karena sekolah dan rumah saya tidak jauh. Hanya sekotar 2,5 - 3 KM saja (hahahahaah hmmm kalau anak sekarang maka akan berbeda, oh ya. Sekolah saya tidak dilewati angkutan umum secara langsung). Apakah ada yang tahu kenapa ibu saya ikut mengantar ke sekolah. Yes, anda benar. Orangtua saya dipanggil oleh walikelas. Penyebanya adalah :
- Anak ibu berulangkali di tes membaca, ia tidak bisa membaca dengan baik dan benar.
- "Ibu, dibaca mama. Harimau, dibaca macan."
- Mohon kerjasama orangtua untuk membantu anaknya membaca dengan benar.
Hari berlalu, malampun tiba. Seperti biasa kami sekeluarga berkumpul di sekitaran meja makan, sambil berbicara. Ibu sayapun berkata "Kak, tadi mama dipanggil ibu guru, dia bilang kakak nggak bisa meng-eja dengan benar" "Hmmmmmmm, yang mana mam ?" pura-pura tidak paham. Ibu sayapun menjelaskan dengan rinci.
- "Pertama, ibu guru bilang kamu nggak bisa mengeja dengan baik dan benar"
- "Ibu guru juga bilang kakak kalo baca ibu jadi mama, kenapa sih bisa gitu ?" Sayapun menjawab "mama bukannnya sama dengan ibu ? kenapa harus salahin?" Ibu saya berkata lagi " Ia bener ibu sama dengan mama, tapi hurufnya kan beda ka?" Saya hanya terdiam.
- "Harimau sama macan,itu kan hurufnya beda ka. Tolonglah baca yang bener." Sayapun bilang "Mam, harimau sama macan apa bedanya ? ibu sama mama, apa bedanya"
Saat itu saya tidak paham mengapa hal tersebut salah. Sampai sekarangpun saya masih mentertawakan keanehan ini. Aneh tapi konyol, bukan gurunya loh ya. Tapi sayanya hahhahaaha. Speechless saya.
Waktu berlalu, ibu sayapun jarang sekali menjelaskan pelajaran dikarenakan kesibukan menjaga dan merawat kedua adik lelaki saya. Belajar mandiri sedari SD, hmmmmmm bersyukurlah kalian hey anak masa kini yang orangtuanya sangat memperhatikan kualitas pendidikanmu.
Tidak dapat dipungkiri masa Sekolah Dasar adalah masa dimana saya belajar banyak hal selain membaca, menulis dan berhitung. Melainkan masa dimana sayapun harus belajar beradaptasi dengan banyak hal.
"Tell me and i'll forget. Show me and i may remember. Involve me and i learn." Benjamin Franklin
Masa SD dilakui dengan kegembiraan seorang anak Sekolah Dasar. Ya belajar dan bermain. Saya tidak banyak ingat akan hal - hal buruk yang terjadi, mau tahu kenapa ? Karena saya tidak mau untuk mengingatnya, semua itu menyedihkan. Masa SD yang seharusnya menjadi hal yang membahagiakan, untuk masa Sekolah Dasar mari kita sepakati bahwa ceritanya cukup sampai disini. Mungkin lain waktu akan saya rinci bagaimana kehidupan SD membentuk saya
(Semoga ada keinginan dan mampu menceritakan)
Jangan takut, berjalanlah.
Jangan ragu, tataplah kedepan.
Jangan malu, semua manusia sama.
By.Maya usia 15thn
Teringat guru-guru SMP saya, bagaimana mereka mendidik para siswa dengan disiplin. Nah, untuk para siswa ataupun mahasiswa, bahkan manusia pada umumnya kata
disiplin membuat pendengarnya menjadi sedikit merinding. Mengapa ? mungkin karena proses pembentukan seseorang itu menjadi seorang yang disiplin itu tidak mudah. Guru SMP saya melakukannya. Secara
psikologi remaja usia 13 - 19 tahun adalah masa
perubahan remaja secara emosional. Masa inilah masa dimana saya kehilangan figur orangtua dan keluarga.
Dengan tinggal bersama oma dan om tante serta sepupu, terdapat sebuah rasa dimana "saya gimana?" Orangtua saya tinggal cukup jauh sehingga sulit untuk berkomunikasi (nah, zaman saya 1990 hp belum ada, pager juga belum, telepon hanya ada dirumah-rumah dan telepon umum. Ada yang pernah lihat telepon umum, wah, seru tuh telepon umum. Dulu telepon umum itu ada no tlp darurat misal ke 107. Nah, karena keingintahuan yang berujung kepada keisengan maka no darurat ditekan dan hanya sekedar "halo..halo..halo...hahahahaaha" tutup. Demikian selanjutnya,
norak ya.)